
Kelompok 18 KKN Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi Bersama Masyarakat
Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Banyuwangi membawa inovasi hijau ke Desa Padang, Kecamatan Singojuruh. Kelompok 18 KKN memperkenalkan sistem aquaponik sederhana berbasis media tanam sabut kelapa, sebagai bagian dari program pemberdayaan masyarakat. Tujuannya bukan hanya ketahanan pangan, tetapi juga edukasi pertanian terpadu yang ramah lingkungan.
Aquaponik merupakan kombinasi budidaya ikan (akuakultur) dan budidaya tanaman tanpa tanah (hidroponik). Sistem ini memanfaatkan limbah kotoran ikan sebagai pupuk alami bagi tanaman. Penggunaan sabut kelapa sebagai media tanam dipilih karena mudah didapat di Banyuwangi dan memiliki kemampuan menyimpan air serta memberi sirkulasi udara yang baik bagi akar tanaman.
“Sabut kelapa sangat cocok dijadikan media tanam karena selain murah dan alami, dia juga mampu menjaga kelembaban akar tanaman,” jelas Rizka Ayu, salah satu mahasiswa KKN yang terlibat dalam pelatihan. “Ini juga bisa mengurangi limbah sabut kelapa yang sering dibuang begitu saja.”
Instalasi aquaponik percontohan dibangun di salah satu lahan warga, lengkap dengan kolam ikan dan rak tanam sayur. Tanaman yang dibudidayakan meliputi kangkung, sawi, bayam, tomat, hingga cabai. Ikan yang digunakan antara lain lele dan nila, dua jenis yang mudah dipelihara dan cepat panen.

Selama program berjalan, mahasiswa memberikan pelatihan secara bertahap. Mulai dari merakit sistem aquaponik, memilih bibit ikan dan sayuran, mengolah sabut kelapa hingga menjadi media tanam, sampai merawat sistem harian. Semua materi diajarkan agar warga bisa mandiri setelah masa KKN berakhir.
“Saya baru tahu ternyata limbah ikan bisa jadi pupuk untuk sayur,” ungkap Pak Suyanto, salah satu warga yang ikut pelatihan. “Sistem ini sangat cocok untuk kami yang tidak punya banyak lahan, tapi ingin tetap bisa menanam dan beternak.”
Kepala Desa Padang, Bapak Subianto, sangat mengapresiasi program ini. “Kami menyambut baik kegiatan mahasiswa karena ini selaras dengan kebutuhan warga. Semoga bisa dilanjutkan dan dijadikan contoh untuk RT dan dusun lain di Desa Padang,” ujarnya.
Program aquaponik ini tidak hanya menambah keterampilan warga, tetapi juga membuka potensi ekonomi. Hasil panen sayur dan ikan dapat dikonsumsi sendiri maupun dijual. Selain itu, sistem ini menjadi solusi mengelola limbah organik dan menjaga keberlanjutan lingkungan desa.
Mahasiswa berharap, sistem aquaponik sederhana ini bisa terus dikembangkan oleh warga secara mandiri. Dengan teknologi tepat guna, keterlibatan masyarakat, dan pendekatan lokal, aquaponik bisa menjadi solusi nyata untuk meningkatkan ketersediaan pangan dan penghasilan warga.
“Kami ingin masyarakat tahu bahwa pertanian tidak harus selalu luas dan mahal,” tutup Siti Nurhaliza, Koordinator Program. “Dengan sistem kecil dan efisien seperti aquaponik, masyarakat bisa mulai dari rumah, dari halaman sendiri.”